Kesadisan membawa harga Rupiah naik?
Jujur, apapun yang akan saya tulis di
sini adalah hasil pemikiran saya pribadi dan tidak ada sangkut paut akan
individu manapun. Dan saya menulis ini bukan juga untuk menyindir suatu
individu atau suatu kelompok individu di luar sana.
Seperti yang sudah pernah kita dengar tentang kasus
Pembantaian di Mesuji, Lampung.
Saya yakin rata-rata dari kalian sudah mengetahui tentang
sadisnya pambantaian dalam kasus ini. Saya saja yang pernah melihat video dari
teman tentang kasus ini langsung merasa mual.
Tepat di video tersebut, terlihat seorang pria paruh baya dengan
senyuman bangga memamerkan sepotong kepala manusia yang sudah terlepas dari
badannya. Yang membuat saya meringis di sini adalah senyuman pria tersebut.
Sampai sekarang saya masih memikirkan
hal itu.
Apa mereka senang telah melakukan hal seperti itu?
Bukankah mereka pernah di beritahu tentang Hak Asasi Manusia yang berlaku
di Indonesia ini?
Tidakkah mereka merasakan sesuatu yang terasa salah di hati mereka?
Namun, jika saya melihatnya dari sudut pandang yang lain,
akan terlihat kasus ini juga terjadi bukan karena tanpa dorongan sebab lain. PT
perusahaan yang ada di Mesuji ‘pun menjadi sebab-penyebab pembantaian yang
terjadi di daerah ini.
Menurut saya, Jika saja perusahaan dan warga mesuji dapat
bekerja sama dalam pengurusan kebun sawit di sana, saya yakin kasus seperti ini
tidak akan pernah terjadi.
Sekitar seminggu kemudian setelah kasus tersebut, saya yang
masih berumur tiga belas tahun saat itu kembali menyaksikan berita jam malam di
rumah saya.
Dan tepat di salah satu stasiun TV kesukaan ayah saya, saya
kembali mendapatkan informasi tentang harga rupiah yang naik di dunia internasional.
Dan setelah satu bulan berita tersebut, saya baru menyadari sesuatu yang
membuat sebuah pertanyaan yang sampai saat ini masih melayang-layang di otak
saya.
[“Kenapa harga Rupiah naik pada saat sebuah insiden menyedihkan terjadi?”]
Kebetulan belaka kah?
Dan pertanyaan tersebut ‘pun kembali muncul saat kasus
pembantaian yang lain terjadi di Indonesia, dan sekali lagi, harga Rupiah
kembali naik beberapa hari setelah kasus tersebut.
Dalam pertama kali dalam hidup saya, saat itu saya merasakan
seperti ada listrik kecil di hidung saya yang membuat mata saya berhias air
mata.
Saya memang tidak mengerti tentang perekonomian negara, dan
saya juga tidak mengerti tentang pemikiran orang lain terhadap sesuatu. Dan mungkin
bahkan akan ada yang berpikir saya orang yang naif.
Namun yang saya tahu pasti tentang perasaan saya waktu itu
adalah perasaan sesak yang berputar di dada dan banyaknya kalimat ‘Kenapa’ dan
‘Mengapa’ yang terus memenuhi kepala saya.
Saya memang bukan kritikus, ataupun petinggi negara, bukan
juga seseorang yang memiliki pemikiran seperti nabi dan Tuhan. Namun sebagai
Warga Negara Indonesia, saya ingin mengatakan ini.
“Kenapa kita tidak bisa akur satu
sama-lain?”
“Kenapa kita tidak bisa seperti
semboyan kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika?”
“Kenapa masih ada perbedaan suku di
antara kita?”
“Kenapa masih ada perebutan lahan di antara
alam yang luas nan kaya ini?”
Untuk mengakhiri artikel ini. Saya sekali lagi menyatakan :
Apapun yang akan saya tulis di sini
adalah hasil pemikiran saya pribadi dan tidak ada sangkut paut akan individu
manapun.
Dan saya menulis ini bukan juga untuk
menyindir suatu individu atau suatu kelompok individu di luar sana.
Comments
Post a Comment